Sebutkan penyebaran tanaman kopi di Indonesia. Berbicara tentang penyebaran tanaman kopi, maka ma tak mau harus berbicara tentang sejarah. Dalam sejarah, kopi di Indonesia telah melewati perjalanan panjang sejak awal masuk hingga menyebar ke seluruh Nusantara.
Beberapa literatur dan artikel lama yang telah mengulas sejarah masuknya kopi ke Bumi Indonesia, menyebutkan bahwa pada tahun 1696 Pemerintah Belanda membawa kopi dari Malabar, sebuah kota di India, ke Indonesia melalui Jawa.
Plot ditulis dalam salah satu arsip perdagangan / kemitraan dagang Pemerintah Hindia Belanda, yang lebih dikenal sebagai VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Pada 1707, Gubernur Van Hoorn mendistribusikan biji kopi ke Batavia, Cirebon, wilayah Priangan dan wilayah pesisir utara Jawa.
Tanaman baru ini akhirnya berhasil dibudidayakan di Jawa dari tahun 1714 sampai 1715. Sekitar 9 tahun kemudian, produksi kopi di Indonesia sudah melimpah dan mampu mendominasi pasar dunia. Bahkan pada saat itu jumlah ekspor kopi dari Jawa ke Eropa telah melebihi jumlah ekspor kopi dari Mocha (Yaman) ke Eropa.
Bahkan pada saat itu, Indonesia menjadi salah satu negara budidaya kopi pertama di dunia selain Arab dan Ethiopia. Sejak saat ini VOC tidak mau ketinggalan kesempatan untuk memonopoli perdagangan kopi dunia, mulai 1725-1780.
Memasuki tahun 1830, ketika Pemerintah Belanda bangkrut karena perang Diponegoro, Gubernur Jenderal Van Den Bosch mengeluarkan peraturan penanaman skala besar yang disebut sistem penanaman paksa.
Sistem ini akhirnya berhasil mengembalikan kas pemerintah Belanda dan memperoleh keuntungan untuk menjadi komoditas ekspor dengan memeras petani lokal. Para petani juga dilarang menikmati hasil perkebunan kopi yang dilakukan oleh mereka, sampai akhirnya muncul minuman yang disebut Aia Kawa atau minuman yang terbuat dari daun kopi untuk mengobati kerinduan dan kesenangan kopi.
Tanpa diduga, penanaman kopi yang dilakukan secara paksa oleh Belandamendatangkan banyak keuntungan. Pada 1711, biji kopi ini langsung diekspor dari Jawa ke Eropa oleh VOC. Dalam sepuluh tahun, tingkat ekspor biji kopi telah meningkat pesat menjadi sekitar 60 ton setiap tahun.
Belanda yang sangat sadar akan potensi pasar kopi, terus meningkatkan produksi kopi Arabika ini. Jika dalam produksi awal atau sekitar tahun 1830-1834 total produksi mencapai 26.600 ton per tahun, angkanya meningkat secara signifikan menjadi 79.600 ton dan puncaknya pada 1880-1884 menjadi 94.400 ton per tahun.
Memasuki pertengahan 1870-an, Pemerintah Belanda mulai memperluas penanaman biji kopi di beberapa pulau yang memiliki lahan subur. Mulai dari Sumatera, Bali, Sulawesi, dan Timor, sebagian besar lahannya digunakan sebagai perkebunan kopi. Produksi pulau-pulau ini berkualitas tinggi dan diakui secara global, salah satunya adalah Sidikalang, Mandheling, Lintong, Gayo, Kintamani, Toraja, dan Flores.
Dari literatur kuno yang fenomenal ini, kita akan menemukan implikasi yang menunjukkan masuknya kopi ke Indonesia melalui Jatinegara, kemudian menyebar ke Tanah Priangan (Jawa Barat), hingga akhirnya budidaya kopi dapat ditemukan di hampir seluruh wilayah Indonesia mulai dari Sumatera, sepanjang Pulau Jawa, Bali, Sulawesi, Flores ke Papua.
Jejak perkembangan tanaman kopi di negara ini berlanjut selama bertahun-tahun sesudahnya. Eduard Doues Dekker juga meninjau tekanan yang dialami petani kopi dalam tulisannya, "Max Havelaar dan Lelang Kopi Perusahaan Perdagangan Belanda". Pekerjaan Doues Dekker berperan dalam membantu mengubah opini publik tentang sistem budi daya.
Kemudian pada 1920-an, perusahaan kecil dan menengah di Indonesia mulai menanam kopi sebagai komoditas utama. Perkebunan kopi, bekas pemerintah kolonial Belanda, yang sebagian besar berada di pulau Jawa, dinasionalisasi.
Dengan perlahan, Indonesia ditransformasikan menjadi pusat produksi kopi terbesar di dunia. Bahkan saat ini, salah satu kota di bagian utara pulau Sumatra, tepatnya Dataran Tinggi Gayo di Aceh menegaskan posisinya sebagai pusat produksi kopi Arabika dengan wilayah daratan paling luas di Asia.
Urutan kronologis sejarah jika kita jelajahi sedikit demi sedikit hingga akhir abad ke-20 (1900-an) adalah fondasi kuat yang menempatkan Indonesia pada posisi saat ini di dunia internasional melalui produksi komoditas kopi.
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil kopi terbesar keempat di dunia setelah Brasil, Vietnam dan Kolombia, dan juga dikenal sebagai negara yang menjadi referensi untuk produksi kopi berkualitas baik.
Demikianlah sejarah singkat persebaran kopi di Indonesia. Melihat sejarah tersebut, maka pantas saja kenapa kopi banyak di temukan di wilayah tersebut yang sekarang menjadi daerah penghasil kopi utama di Indonesia. Mudah-mudahan semakin banyak nama daerah kopi di Indonesia yang menanam tanaman industri ini yang mensuplai ketersediaan kopi di Indonesia.
Sumber :
https://tanameracoffee.com/ID/sejarah-penyebaran-kopi-di-indonesia/
https://waktunyakapalapi.com/sejarah-singkat-penyebaran-kopi-di-indonesia/
Beberapa literatur dan artikel lama yang telah mengulas sejarah masuknya kopi ke Bumi Indonesia, menyebutkan bahwa pada tahun 1696 Pemerintah Belanda membawa kopi dari Malabar, sebuah kota di India, ke Indonesia melalui Jawa.
Plot ditulis dalam salah satu arsip perdagangan / kemitraan dagang Pemerintah Hindia Belanda, yang lebih dikenal sebagai VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Pada 1707, Gubernur Van Hoorn mendistribusikan biji kopi ke Batavia, Cirebon, wilayah Priangan dan wilayah pesisir utara Jawa.
Tanaman baru ini akhirnya berhasil dibudidayakan di Jawa dari tahun 1714 sampai 1715. Sekitar 9 tahun kemudian, produksi kopi di Indonesia sudah melimpah dan mampu mendominasi pasar dunia. Bahkan pada saat itu jumlah ekspor kopi dari Jawa ke Eropa telah melebihi jumlah ekspor kopi dari Mocha (Yaman) ke Eropa.
Bahkan pada saat itu, Indonesia menjadi salah satu negara budidaya kopi pertama di dunia selain Arab dan Ethiopia. Sejak saat ini VOC tidak mau ketinggalan kesempatan untuk memonopoli perdagangan kopi dunia, mulai 1725-1780.
Memasuki tahun 1830, ketika Pemerintah Belanda bangkrut karena perang Diponegoro, Gubernur Jenderal Van Den Bosch mengeluarkan peraturan penanaman skala besar yang disebut sistem penanaman paksa.
Sistem ini akhirnya berhasil mengembalikan kas pemerintah Belanda dan memperoleh keuntungan untuk menjadi komoditas ekspor dengan memeras petani lokal. Para petani juga dilarang menikmati hasil perkebunan kopi yang dilakukan oleh mereka, sampai akhirnya muncul minuman yang disebut Aia Kawa atau minuman yang terbuat dari daun kopi untuk mengobati kerinduan dan kesenangan kopi.
Tanpa diduga, penanaman kopi yang dilakukan secara paksa oleh Belandamendatangkan banyak keuntungan. Pada 1711, biji kopi ini langsung diekspor dari Jawa ke Eropa oleh VOC. Dalam sepuluh tahun, tingkat ekspor biji kopi telah meningkat pesat menjadi sekitar 60 ton setiap tahun.
Belanda yang sangat sadar akan potensi pasar kopi, terus meningkatkan produksi kopi Arabika ini. Jika dalam produksi awal atau sekitar tahun 1830-1834 total produksi mencapai 26.600 ton per tahun, angkanya meningkat secara signifikan menjadi 79.600 ton dan puncaknya pada 1880-1884 menjadi 94.400 ton per tahun.
Memasuki pertengahan 1870-an, Pemerintah Belanda mulai memperluas penanaman biji kopi di beberapa pulau yang memiliki lahan subur. Mulai dari Sumatera, Bali, Sulawesi, dan Timor, sebagian besar lahannya digunakan sebagai perkebunan kopi. Produksi pulau-pulau ini berkualitas tinggi dan diakui secara global, salah satunya adalah Sidikalang, Mandheling, Lintong, Gayo, Kintamani, Toraja, dan Flores.
Tidak hanya itu, jika kita menggunakan literatur sebagai salah satu sumber untuk menelusuri sejarah kopi di Indonesia, kita juga dapat menemukan referensi tentang perjalanan kopi di "Serat Centhini; Tembangraras-Amongrogo".
Dari literatur kuno yang fenomenal ini, kita akan menemukan implikasi yang menunjukkan masuknya kopi ke Indonesia melalui Jatinegara, kemudian menyebar ke Tanah Priangan (Jawa Barat), hingga akhirnya budidaya kopi dapat ditemukan di hampir seluruh wilayah Indonesia mulai dari Sumatera, sepanjang Pulau Jawa, Bali, Sulawesi, Flores ke Papua.
Jejak perkembangan tanaman kopi di negara ini berlanjut selama bertahun-tahun sesudahnya. Eduard Doues Dekker juga meninjau tekanan yang dialami petani kopi dalam tulisannya, "Max Havelaar dan Lelang Kopi Perusahaan Perdagangan Belanda". Pekerjaan Doues Dekker berperan dalam membantu mengubah opini publik tentang sistem budi daya.
Kemudian pada 1920-an, perusahaan kecil dan menengah di Indonesia mulai menanam kopi sebagai komoditas utama. Perkebunan kopi, bekas pemerintah kolonial Belanda, yang sebagian besar berada di pulau Jawa, dinasionalisasi.
Dengan perlahan, Indonesia ditransformasikan menjadi pusat produksi kopi terbesar di dunia. Bahkan saat ini, salah satu kota di bagian utara pulau Sumatra, tepatnya Dataran Tinggi Gayo di Aceh menegaskan posisinya sebagai pusat produksi kopi Arabika dengan wilayah daratan paling luas di Asia.
Urutan kronologis sejarah jika kita jelajahi sedikit demi sedikit hingga akhir abad ke-20 (1900-an) adalah fondasi kuat yang menempatkan Indonesia pada posisi saat ini di dunia internasional melalui produksi komoditas kopi.
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil kopi terbesar keempat di dunia setelah Brasil, Vietnam dan Kolombia, dan juga dikenal sebagai negara yang menjadi referensi untuk produksi kopi berkualitas baik.
Demikianlah sejarah singkat persebaran kopi di Indonesia. Melihat sejarah tersebut, maka pantas saja kenapa kopi banyak di temukan di wilayah tersebut yang sekarang menjadi daerah penghasil kopi utama di Indonesia. Mudah-mudahan semakin banyak nama daerah kopi di Indonesia yang menanam tanaman industri ini yang mensuplai ketersediaan kopi di Indonesia.
Sumber :
https://tanameracoffee.com/ID/sejarah-penyebaran-kopi-di-indonesia/
https://waktunyakapalapi.com/sejarah-singkat-penyebaran-kopi-di-indonesia/
Tag :
Tanaman Kopi