Tempat Ibadah Umat Budha Adalah

Tempat ibadah umat Budha adalah Wihara atau Vihara. Wihara disebut juga Griya Kongco Dwipayana, merupakan yang menjadi saksi bisu kedekatan persahabatan antara sebagian umat Hindu dan Budha. Sebab, mereka berbagi tempat peribadatan untuk sembahyang.

Wihara berbeda dengan Kelenteng, sebab Kelenteng dipergunakan sebagai tempat ibadah buat orang beragama Konghuchu. Dengan demikian ada perbedaan antara Konghuchu dan Budha walaupun sebagian orang Budha ada juga yang merayakan hari besar agama Konghuchu.

Apa saja perbedaan antara Budha dan Konghuchu ? Silakan simak saja penjelasan perbedaan kedua agama ardhi ini.

Cara beribadah

Masih banyak orang Tionghoa yang menyebut diri mereka Buddha, tetapi berdoa secara Konghuchu dan mengatasnamakan sebuah tradisi. Sebenarnya, ini adalah ajaran Konghuchu sejak ribuan tahun yang lalu. Hal inilah yang banyak menimbulkan kebingungan di masyarakat sehingga menimbulkan polemik.

Buddha sendiri pertama datang dari India, sedangkan untuk Konghuchu dia datang dari China. Yang kedua, ada banyak perbedaan ajaran. Orang-orang Konghucu lebih banyak amalan berbhakti kepada orang tua mereka. Kemudian setelah mereka meninggal mereka disembahyangin.

Dalam Buddha, hubungan itu terputus saat mereka mati. Anaknya sudah tak ada urusan dengan mereka karena punya karma masing-masing.

Penganut Buddha murni memakai patung Buddha sebagai simbol, bukan dengan patung dewa Konghuchu. Begitu pula dengan pengaturan doa yang mereka gunakan. Di mana orang Konghucu menyajikan daging, sedangkan dalam agama Buddha tidak.

Kondisi ini, diakuinya, masih banyak dilakukan oleh masyarakat Tionghoa yang melakukan sembahyang Konghucu, namun mengaku beragama Buddha.

Tempat ibadah

Selain itu, kelenteng yang memiliki lambang patung Buddha disebut Vihara. Padahal bentuk bagian dalam kelenteng itu sendiri tidak berubah. Pada dasarnya kelenteng dan vihara adalah dua tempat yang berbeda.

Kelenteng adalah tempat pemujaan bagi penganut agama Konghucu (Tionghoa), sedangkan Vihara adalah tempat pemujaan bagi umat Buddha.

 

Tempat Ibadah Umat Budha Adalah

Gambar Tempat Ibadah Budha

Hari Raya Imlek

Sekarang banyak umat Buddha juga merayakan Tahun Baru Imlek. Padahal sudah ada larangan yang tertuang dalam surat edaran dari Walubi (Perwakilan Umat Buddha Indonesia), bahwa umat Buddha dilarang merayakan Imlek. Kondisi ini berbeda sekarang.

Sekarang mereka mencoba melakukannya lebih banyak lagi. Jadi nilai-nilai spiritualnya hilang, seolah-olah hanya perayaan yang menyenangkan. Pihak Budha mengkhawatirkan kondisi ini, karena akan mengaburkan kepercayaan masyarakat, padahal jelas ada perbedaan hari raya.

Ini terjadi ketika orang Tionghoa yang memeluk agama Kristen mengadakan Misa, menyebutnya Misa Tahun Baru Imlek. Padahal tidak ada kaitannya dengan Imlek lagi. Mereka mengadakan Misa, karena masih banyak orang Tionghoa yang masih melaksanakan ritual ini. Padahal itu jauh dari ibadah Konghucu.

Mereka tidak ingin muncul kontradiksi bagi masyarakat yang akan mempelajari ajaran ini. Terutama kaum muda yang mengamalkan keyakinannya.

Hari Raya Agama Konghucu

Agama Khonghucu memiliki 15 hari raya. Berdasarkan Surat Keputusan Munas Matakin No. 006/Munas XVII/Matakin/2014, hari raya Agama Konghucu terdiri dari:

  • 1 bulan I (Zheng Yue): Sembahyang Tahun Baru Kongzili/Yinli, Xin Zheng, atau Chun Jie
  • 4 bulan I (Zheng Yue): Sembahyang Menyambut Malaikat Dapur Turun (Ying Zao Jun Xia Jiang)
  • 8/9 bulan I (Zheng Yue): Sembahyang Besar kepada Tuhan YME (Jing Tian Gong)
  • 15 bulan I (Zheng Yue): Sembahyang Syukur Shang Yuan Jie/Yuan Xiao Jie, atau Cap Go Me
  • 18 bulan II (Er Yue): Sembahyang Hari Wafat Nabi Kongzi (Zhi Sheng Ji Chen)
  • 4 atau 5 April: Sembahyang Hari Sadranan (Qing Ming Jie)
  • 5 bulan V (Wu Yue): Sembahyang Duan Yang Jie/Duan Wu Jie, atau Bai Chuan
  • 15 bulan VII (Qi Yue): Sembahyang Arwah Leluhur (Zhong Yuan Jie)
  • 29 bulan VII - (Qi Yue): Sembahyang Arwah Umum (Jing He Ping/Jing Hao Peng)
  • 15 bulan VIII (Ba Yue): Sembahyang Syukur kepada Tuhan YME dan kepada Malaikat Bumi (Fu De Zheng Shen) pada saat pertengahan Musim Gugur (Zhong Qiu Jie)
  • 27 bulan VIII (Ba Yue): Sembahyang Hari Lahir Nabi Kongzi (Zhi Sheng Dan)
  • 15 bulan X (Shi Yue): Sembahyang Syukur Akhir Panen kepada Tuhan YME dan kepada Malaikat Bumi (Fu De Zheng Shen) pada awal Musim Dingin (Xia Yuan Jie)
  • 21 atau 22 Desember: Sembahyang Hari Genta Rohani dan Wafatnya Mengzi (Dong Zhi Jie)
  • 24 bulan XII (Shi Er Yue): Sembahyang Hari Persaudaraan; Mengantar Malaikat Dapur Naik (Song Zao Jun Shang Tian, atau Er Si Sheng An)
  • 29 atau 30 bulan XII (Shi Er Yue): Sembahyang Tutup Tahun (Chu Xi).

Ornamen Agama Konghuchu

Ada beberapa ornamen bangunan yang identik dengan Konfusianisme, di antaranya dua naga di atap kelenteng. Naga merupakan simbol penjaga Nabi Konfusius saat lahir.

Selain itu ada juga Kilin yang merupakan hewan yang menyerupai rusa namun berkepala naga. Dalam ceritanya, Kilin mengeluarkan Kitab Kumala. Hewan ini juga menjadi tanda lahirnya Nabi Konfusius yang berdakwah kebijakan dan agama.

Candi Borobudur Sebagai Pusat Ibadah Agama Budha Dunia

Menteri Agama RI berencana menjadikan Borobudur sebagai pusat peribadahan dunia optimistis bisa terwujud. Ia mengaku akan siap langsung mengawal persiapan yang diperlukan, termasuk memfasilitasi umat Buddha untuk mewujudkannya.

Wakil Ketua DPD RI, menyampaikan respon positif yang luar biasa atas wacana ini. Dalam keterangan tertulisnya, ia mengatakan Borobudur sebagai candi atau tempat pemujaan sekaligus monumen Buddha terbesar di dunia sangat tepat jika digunakan tidak hanya sebagai tujuan wisata dan ziarah religi, tetapi juga sebagai tempat pemujaan bagi umat Buddha.

Borobudur bukan hanya tentang Budha, lebih dari itu, Borobudur adalah akar sejarah perjalanan perkembangan spiritualitas bangsa Indonesia. Sehingga dengan menjadikan Candi Borobudur sebagai pusat peribadahan umat Budha di dunia, akan menjadi Multiplier Effect yang luar biasa bagi kehidupan sosial. Ekonomi, politik dan budaya Indonesia.

Candi Borobudur dibangun dengan tujuan untuk menginspirasi kebajikan bagi seluruh umat manusia. Pada zaman dahulu, peziarah dari berbagai negara dan agama pernah mengunjungi monumen ini, mempelajari nilai-nilai kebajikan, dan terinspirasi olehnya.

Begitu pula dengan keinginan Menteri Agama, ternyata bukan hanya pemanfaatan Candi di Borobudur saja, dalam ritual peribadahan. Dengan mayoritas penduduk beragama Islam, Borobudur akan menjadi pesan kepada seluruh dunia bahwa Indonesia sangat pandai mewujudkan kemajemukan dan kebajikan dalam ruang kehidupan berbangsa.

Meski begitu, dia berharap Menteri Agama bisa mengkomunikasikan dan merangkul semua pihak dalam mewujudkan kebijakan ini. Terutama meminta dukungan dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

Tantangan Menteri Agama adalah bisa menyatukan persepsi di semua lini (suprastruktur politik) agar keinginan ini bisa terwujud tanpa ada kendala. Apalagi saya dengar Gubernur Jawa Tengah juga sangat senang. Bahkan agenda itu adalah gagasan pertamanya.

Demikian mengenal tempat ibadah agama Budha sebagai salah satu agama di Indonesia yang diakui.

Back To Top